SAMA
TAPI BEDA
Karya: Ulfa Aulia
“Hai,
sedang apa kau? lembut sekali tanganmu, mengapa kau membangunkannya dengan
pelan? Apa kau tahu siapa yang sedang kau bangunkan itu?” tanya ku heran dengan
posisi tertidur memeluk guling menghadap kanan dan kiri.
“
Aku tahu siapa yang sedang ku bangunkan.” jawabnya dengan lemah lembut
“Apakah
kau mau mendengarkan ceritaku tentang seorang anak? ”
“Tentu
saja… ayo mulai bercerita! ” jawabnya.
Aku mulai bercerita, “Aku seringkali kesal,
setiap kali anak ini membuat kesalahan, kesalahannya membuatku malu untuk
mengakuinya, tapi aku harus terima kenyataan. Anak itu sangat menjengkelkan
ketika aku menghendaki ini, dia menghendaki itu, dan ketika aku menghendaki
itu, dia menghendaki ini. Aku dan dia tidak pernah sepaham, kami seperti Tom and Jerry yang tak mungkin disatukan. Kadang aku lelah dengan kelakuan dia
yang diluar dugaan. Memang segala sesuatu itu kadang tak terduga, tapi apa
boleh buat aku hanya bisa gigit jari.”
“Ternyata
anak itu bandel juga ya ternyata,” begitu
tanggapannya. Aku pun melajutkan ceritaku.
Saat sang mentari tengah menyapaku dengan
sinar lembutnya, saat burung tengan membangunkanku dengan kicauan merdunya, dan
teriakan-teriakan tombak dari belasan raut yang berbeda-beda telah menancapkan
ujunnya di telingaku, ia tetap belum bangun. Teriakan- teriakan itu tak hanya
berbunyi satu kali, bahkan belasan kali, tapi memang dasarnya dia itu rindu
dengan suara ibu nya yang cantik, walaupun pukul 5 pagi dia sudah bangun, atau
bermacam-macam teriakan terus berdatangan mengantri untuk menyerbunya, aku yang
tak bersalah ini jadi ikut menanggung akibatnya, tetap saja ia bertahan pada
posisi nyamannya, yaitu tidur memeluk guling menghadap kanan dan kiri. Aku
sudah berusaha untuk membangunkannya,
akhirnya aku menyerah juga, dan menunggu ibu membangunkannya dengan lembut.
Dia
pun menjawab,” Cerita tadi sepertinya mirip yang aku kerjakan sekarang, dan aku juga sedang
membangunkan seorang anak.”
“Aku
pikir juga begitu, ahh… sudahlah dengarkan ceritaku lagi ya?”
Aktivitas
berjalan seperti biasa, aku selalu memperhatikan setiap tingkah lakunya, saat
dia melakukan kesalahan, aku berusaha menolongnya, tapi sayangnya dia tak
mengetahui niat baikku ini. Dia itu sering kali ceroboh, padahal aku sudah
sering memperingatkannya, kata orang
ketika ada masalah dia terlalu berlebihan memikirkan masalah tersebut, sehingga
membuat dirinya takut sendiri (duh… kasiannya). Tidak hanya itu, tingkahnya
yang kekanak-kanakan membuatku selalu mengelus dada (huh… sabar), masih banyak
lagi tentang dia misalnya saja porsi makannya itu sungguh luar biasa dahsyat,
dengan tubuh semungil dan hanya berbobot
46 kg, dia mampu menghabiskan lebih dari tiga piring dalam sehari, cckckckckck
dalam hati aku berbisik “kenapa tak buat
aku saja makanannya”. Seiring jam
berputar aku pun berputar mengitarinya, dan aku tetap setia berada di
sampingnya. Begitulah keseharianku dengan dia yang membuatku pusing
berkeliling-keliling bahkan berluas-luas.
“Baik
sekali kau tetap berada di sampingnya?”
“Bukan
begitu, aku dan kamu kan sama saja, aku lanjutkan lagi ya ceritanya!”
Aku
dibuatnya pusing jelas sering, dan aku
dibuatnya senang juga lumayan sering.
Dia dapat menghapus lelahku dengan senyum ceria dan semangat yang ia pancarkan
setiap hari, boleh di bilang dia tipe anak yang periang, dan mudah bergaul, dia
bisa membuatku tertawa atau bersedih saat ia sedang menjalankan hobi
kesukaannya yaitu menyayi, ketika ia menyayikan lagu riang dan berjoget- joget
tidak karuan, aku pun turut riang dan berjoget tidak karuan pula, tapi saat dia
menyanyikan lagu sedih, aku bahkan bisa menangis dibuatnya, tidak hanya
bernyanyi, dia juga hobi jalan-jalan,
membaca, dan nonton film. Walaupun ia begitu banyak kurangnya, aku tetap
menyayanginya.
“Apa
kau senang bersamanya?” jawabnya dengan santai
“Tentu
saja, kenapa tidak, apa yang dia lakukan, akupun melakukannya, begitu pula kau,”
jawabku langsung menyahut dan bercerita kembali.
Dia itu anak pertama dari tiga bersaudara,
jenis kelaminnya perempuan, namanya pun sangat indah yaitu Ulfa Aulia, teman-
temanya biasa memanggilnya Lia. Nama itu adalah nama yang dibuat oleh neneknya.
Lia lahir di Kebumen tanggal 21 Mei 1993, sewaktu kecil Lia sempat tinggal di
Bekasi Barat, kemudian Lia pindah ke
daerah Gombong, Kabupaten Kebumen. Anak
ini juga bersekolah di SD N 1 Panjangsari, lalu melanjutkan ke SMP N 1 Gombong,
kemudian melanjutkan lagi ke SMA N 1 Gombong, dan sekarang Lia sedang
melajutkan sekolahnya di UNY. Aku pun senang melihat perkembangannya dari saat
dia baru lahir sampai sekarang ini, dan aku akan memantaunya terus.
“Sepertinya
aku kenal anak itu!” jawabnya setelah mendengar ceritaku
“Tentunya
kau kenal, oh.. iya ada satu hal lagi yang ingin ku ceritakan padamu”
“Apa?”
jawabnya penuh tanya, dengan semangat
aku melajutkan ceritaku.
Anak
mungil itu mempunyai motto hidup yaitu LIA
PASTI BISA , anak itu menuliskan
kata kata itu di kamarnya dengan ukuran yang besar, karena dia yakin kalau mau
berusaha pasti bisa, kalau orang lain bisa, Lia juga bisa, dan yang terpenting
berani mencoba dan tidak takut salah.
“Sekarang
giliran aku yang bertanya, mengapa kamu begitu mengetahui tentang anak itu?”
tanyanya penasaran
“Tentu
saja aku tahu, kalau kamu bencerita tentang ibu, pasti kamu juga tahu”.
“Aku
jelas tahu, karena aku bayangan ibu”.
“Kalau
begitu kita sama, aku juga bayangan...”.