Jumat, 31 Januari 2014

Cerpen Sama tapi Beda (menceritakan diri sendiri lewat cerpen)

Saat disuruh bercerita tentang diri sendiri, saya mengeksprikannya dalam sebuah cerpen agar terlihat unik. Inilah cara saya bercerita mengenai diri saya. :D


SAMA TAPI BEDA
Karya: Ulfa Aulia

“Hai, sedang apa kau? lembut sekali tanganmu, mengapa kau membangunkannya dengan pelan? Apa kau tahu siapa yang sedang kau bangunkan itu?” tanya ku heran dengan posisi tertidur memeluk guling menghadap kanan dan kiri.
“ Aku tahu siapa yang sedang ku bangunkan.” jawabnya dengan lemah lembut
“Apakah kau mau mendengarkan ceritaku tentang seorang anak? ”
“Tentu saja… ayo mulai bercerita! ”  jawabnya.
 Aku mulai bercerita, “Aku seringkali kesal, setiap kali anak ini membuat kesalahan, kesalahannya membuatku malu untuk mengakuinya, tapi aku harus terima kenyataan. Anak itu sangat menjengkelkan ketika aku menghendaki ini, dia menghendaki itu, dan ketika aku menghendaki itu, dia menghendaki ini. Aku dan dia tidak pernah sepaham, kami seperti Tom and Jerry yang tak mungkin disatukan. Kadang aku lelah dengan kelakuan dia yang diluar dugaan. Memang segala sesuatu itu kadang tak terduga, tapi apa boleh buat aku hanya bisa gigit jari.”
“Ternyata anak  itu bandel juga ya ternyata,” begitu tanggapannya. Aku pun melajutkan ceritaku.
 Saat sang mentari tengah menyapaku dengan sinar lembutnya, saat burung tengan membangunkanku dengan kicauan merdunya, dan teriakan-teriakan tombak dari belasan raut yang berbeda-beda telah menancapkan ujunnya di telingaku, ia tetap belum bangun. Teriakan- teriakan itu tak hanya berbunyi satu kali, bahkan belasan kali, tapi memang dasarnya dia itu rindu dengan suara ibu nya yang cantik, walaupun pukul 5 pagi dia sudah bangun, atau bermacam-macam teriakan terus berdatangan mengantri untuk menyerbunya, aku yang tak bersalah ini jadi ikut menanggung akibatnya, tetap saja ia bertahan pada posisi nyamannya, yaitu tidur memeluk guling menghadap kanan dan kiri. Aku sudah berusaha  untuk membangunkannya, akhirnya aku menyerah juga, dan menunggu ibu membangunkannya dengan lembut.
Dia pun menjawab,” Cerita tadi sepertinya mirip yang  aku kerjakan sekarang, dan aku juga sedang membangunkan seorang anak.”
“Aku pikir juga begitu, ahh… sudahlah dengarkan ceritaku lagi ya?”
Aktivitas berjalan seperti biasa, aku selalu memperhatikan setiap tingkah lakunya, saat dia melakukan kesalahan, aku berusaha menolongnya, tapi sayangnya dia tak mengetahui niat baikku ini. Dia itu sering kali ceroboh, padahal aku sudah sering memperingatkannya,  kata orang ketika ada masalah dia terlalu berlebihan memikirkan masalah tersebut, sehingga membuat dirinya takut sendiri (duh… kasiannya). Tidak hanya itu, tingkahnya yang kekanak-kanakan membuatku selalu mengelus dada (huh… sabar), masih banyak lagi tentang dia misalnya saja porsi makannya itu sungguh luar biasa dahsyat, dengan tubuh semungil dan hanya berbobot  46 kg, dia mampu menghabiskan lebih dari tiga piring dalam sehari, cckckckckck dalam hati aku berbisik “kenapa tak buat aku saja makanannya”.  Seiring jam berputar aku pun berputar mengitarinya, dan aku tetap setia berada di sampingnya. Begitulah keseharianku dengan dia yang membuatku pusing berkeliling-keliling bahkan berluas-luas.
“Baik sekali kau tetap berada di sampingnya?”
“Bukan begitu, aku dan kamu kan sama saja, aku lanjutkan lagi ya ceritanya!”
Aku dibuatnya pusing  jelas sering, dan aku dibuatnya senang  juga lumayan sering. Dia dapat menghapus lelahku dengan senyum ceria dan semangat yang ia pancarkan setiap hari, boleh di bilang dia tipe anak yang periang, dan mudah bergaul, dia bisa membuatku tertawa atau bersedih saat ia sedang menjalankan hobi kesukaannya yaitu menyayi, ketika ia menyayikan lagu riang dan berjoget- joget tidak karuan, aku pun turut riang dan berjoget tidak karuan pula, tapi saat dia menyanyikan lagu sedih, aku bahkan bisa menangis dibuatnya, tidak hanya bernyanyi,  dia juga hobi jalan-jalan, membaca, dan nonton film. Walaupun ia begitu banyak kurangnya, aku tetap menyayanginya.
“Apa kau senang bersamanya?” jawabnya dengan santai
“Tentu saja, kenapa tidak, apa yang dia lakukan, akupun melakukannya, begitu pula kau,” jawabku langsung menyahut dan bercerita kembali.
 Dia itu anak pertama dari tiga bersaudara, jenis kelaminnya perempuan, namanya pun sangat indah yaitu Ulfa Aulia, teman- temanya biasa memanggilnya Lia. Nama itu adalah nama yang dibuat oleh neneknya. Lia lahir di Kebumen tanggal 21 Mei 1993, sewaktu kecil Lia sempat tinggal di Bekasi Barat, kemudian  Lia pindah ke daerah Gombong, Kabupaten Kebumen.  Anak ini juga bersekolah di SD N 1 Panjangsari, lalu melanjutkan ke SMP N 1 Gombong, kemudian melanjutkan lagi ke SMA N 1 Gombong, dan sekarang Lia sedang melajutkan sekolahnya di UNY. Aku pun senang melihat perkembangannya dari saat dia baru lahir sampai sekarang ini, dan aku akan memantaunya terus.
“Sepertinya aku kenal anak itu!” jawabnya setelah mendengar ceritaku
“Tentunya kau kenal, oh.. iya ada satu hal lagi yang ingin ku ceritakan padamu”
“Apa?” jawabnya penuh tanya,  dengan semangat aku melajutkan ceritaku.
Anak mungil itu mempunyai motto hidup yaitu LIA PASTI  BISA , anak itu menuliskan kata kata itu di kamarnya dengan ukuran yang besar, karena dia yakin kalau mau berusaha pasti bisa, kalau orang lain bisa, Lia juga bisa, dan yang terpenting berani mencoba dan tidak takut salah.
“Sekarang giliran aku yang bertanya, mengapa kamu begitu mengetahui tentang anak itu?” tanyanya penasaran
“Tentu saja aku tahu, kalau kamu bencerita tentang ibu, pasti kamu juga tahu”.
“Aku jelas tahu, karena aku bayangan ibu”.
“Kalau begitu kita sama, aku juga bayangan...”.

1 komentar: