Sabtu, 25 Januari 2014

Cerpen Jejak sepatu




Cerpen 
JEJAK SEPATU 
Karya: Ulfa Aulia

            Aku berada diantara teman-temanku. Kami berjajar rapih di rak toko. Kami menunggu seseorang yang membuat kami berguna. Aku menemukan pemiliku yang telah lama aku tunggu. Aku dibawanya dengan riang, dibawa kemana pun kaki kecilnya melangkah mengukir jejak yang tak pernah ku duga. Tawa dan tangisnya nya selalu mengiringi kami berdua menjelajah dunia ini.
Aku semakin akrab dengan anak ini. Aku mendapatkan pemandangan menarik darinya. Kami menghabiskan waktu bersama setiap hari. Aku selalu tidak sabar menuggu dia keluar rumah dan mengajakku berkeliling. Saat aku menunggunya, aku berbincang dengan sejenisku di rak sepatu.
“ Mengapa aku tak pernah melihatmu digunakan lagi, dan mengapa kau begitu berantakan ?” tanyaku pada sepatu tua.
“Nak semua itu ada waktunya, waktu ku telah habis, aku hanya menunggu kapan ku dibuang di tempat sampah. Tapi aku sama sekali tak bersedih karena ku telah berguna.” Jawab si sepatu tua.
Aku belum begitu mengerti apa yang dikatakan sepatu tua itu. Aku yang masih baru selalu dirawatnya, digunakannya dengan hati-hati, dan membersihkan diriku bila kotor. Setiap hari aku dibawanya menuju sekolah tempat ia belajar.
Disepanjang jalan menuju sekolah aku selalu menyaksikan pemandangan luar biasa yang hanya ku dengar dari teman-temanku saat ku masih terpajang di toko. Pengemis bertebaran di lampu merah, orang gila berkeliaran di sudut-sudut kota, pedagang kaki lima menjajah tempat pejalan kaki, dan pengamen menambah riuh kota yang padat. Aku terus diajaknya melihat fenomena yang  belum pernah ku lihat. Aku tercengang melihat pemandangan itu untuk pertama kalinya, tapi seiring langkah kaki kecil nya yang terus melewati jalan yang sama. Aku terbiasa melihat kejadian-kejadian itu.
 Hampir setahun berlalu aku mulai merasakan ada yang berbeda. Aku tak lagi dirawatnya, aku tak lagi di bersihkannya, hingga badanku penuh luka dan lusuh. Aku masih tergeletak di rak sepatu. Aku pun sudah tak melihat sepatu tua yang dulu ku ajak berbincang. Menjelang petang aku masih belum dipakainya. Keesokan paginya aku melihat anak itu sedang berlari riang, tapi dia meninggalkanku disini. Sepatu baru telah terpasang di kakinya yang kini bertambah besar.
Kini ku sadar apa yang dimaksud sepatu tua itu. Hidup itu tak lepas dari kata “perpindahan”  anak itu akan terus tumbuh, dan aku pun tak dibutuhkannya lagi. Sekarang aku bisa merasakan apa yang dirasakan sepatu tua itu. Tak ada rasa benci, aku sangat bahagia karena aku telah berguna walau sekarang aku hanya bisa melihat dan terus- melihatnya tumbuh besar.
“ Kamu sedang menulis apa sayang,” tanya ibu Dodo
“Dodo sedang menulis cerpen judulnya Jejak Sepatu Bun.” Jawab Dodo dengan santai.(ulfa)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar